top of page

Cara Hitung Pembagian Waris Anak Menurut Hukum Islam | Mitra ArTa

Writer's picture: Mitra ArtaMitra Arta



  1. Pertanyaan Situasinya, ada orang tua sebut saja OT dan telah meninggal dunia. Mempunyai 4 orang anak sebut saja A, B, C dan D. Selama OT masih hidup, anaknya D yang merawat dan membiayai segala kebutuhan OT termasuk membayar utang OT. Yang menjadi pertanyaan, apakah pembagian warisan di antara A, B, C dan D dibagi sama rata? Ataukah ada aturan cara pembagian yang diatur dalam undang-undang?

  2. Ulasan Lengkap Pembagian Waris Islam Karena Anda tidak menyebutkan secara spesifik hukum waris apa yang Anda tanyakan, untuk itu guna menyederhanakan jawaban, kami akan menjawab pertanyaan Anda berdasarkan hukum Islam. Pada dasarnya dalam hukum Islam, warisan dibagi berdasarkan bagian masing-masing ahli waris yang sudah ditetapkan besarannya. Namun warisan dalam hukum waris Islam dapat dibagi berdasarkan wasiat. Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga.[1] Pemilikan terhadap harta benda baru dapat dilaksanakan sesudah pewasiat meninggal dunia.[2] Definisi dari wasiat juga dapat dilihat dalam Penjelasan Pasal 49 huruf c Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (“UU 3/2006”) sebagai berikut: Yang dimaksud dengan "wasiat" adalah perbuatan seseorang memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia. Tetapi wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujuinya.[3] Jadi pembagian waris dalam hukum waris Islam dilakukan berdasarkan bagian masing-masing ahli waris yang sudah ditetapkan. Kalaupun adanya wasiat dari pewaris, maka hanya boleh paling banyak sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujuinya. Selain itu, D yang merawat dan membiayai segala kebutuhan OT termasuk membayar utang OT tidak menjadi faktor dalam pembagian waris menurut KHI. Ahli Waris dalam Hukum Waris Islam Merujuk pada Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) yang disebarluaskan berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“Inpres 1/1991”), ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.[4] Ahli waris dipandang beragama Islam apabila diketahui dari Kartu Identitas atau pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau anak yang belum dewasa, beragama menurut ayahnya atau lingkungannya.[5] Kelompok-kelompok ahli waris menurut KHI terdiri dari:[6] Menurut hubungan darah: golongan laki-laki terdiri dari : ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek. golongan perempuan terdiri dari : ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek. Menurut hubungan perkawinan terdiri dari duda atau janda. Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda.[7] Seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena:[8] dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pada pewaris; dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat. Besaran Bagian Ahli Waris Besaran bagian masing-masing ahli waris adalah:[9] Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separoh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki dua berbanding satu dengan anak perempuan. Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila ada anak, ayah mendapat seperenam bagian. Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua saudara atau lebih. Bila tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih, maka ia mendapat sepertiga bagian. Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda atau duda bila bersama-sama dengan ayah. Duda mendapat separuh bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagian. Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka janda mendapat seperdelapan bagian. Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam bagian. Bila mereka itu dua orang atau lebih maka mereka bersama-sama mendapat sepertiga bagian. Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, sedang ia mempunyai satu saudara perempuan kandung atau seayah, maka ia mendapat separuh bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih, maka mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung atau seayah, maka bagian saudara laki-laki adalah dua berbanding satu dengan saudara perempuan. Menurut Irma Devita Purnamasari dalam bukunya Kiat-Kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Hukum Waris (hal. 35-38), pembagian kelompok ahli waris terbagi menjadi tiga: 1. Dzulfaraidh (ashabul furudh/dzawil furudh) Yaitu ahli waris yang menerima bagian pasti (sudah ditentukan bagiannya). Misalnya, ayah sudah pasti menerima sebesar 1/3 bagian jika pewaris memiliki anak; atau 1/6 bagian jika pewaris memiliki anak. Artinya, bagian para ahli waris ashabul furudh/dzulfaraidh inilah yang dikeluarkan terlebih dahulu dalam perhitungan pembagian warisan. Setelah bagian para ahli waris dzulfaraidh ini dikeluarkan, sisanya baru dibagikan kepada ahli waris yang menerima bagian sisa (‘ashabah) seperti anak pewaris dalam hal anak pewaris terdiri dari laki-laki dan perempuan. 2. Dzulqarabat (‘ashabah) Yaitu para ahli waris yang mendapatkan bagian yang tidak tertentu, mereka memperoleh warisan sisa setelah bagian para ahli waris dzulfaraidh tersebut dikeluarkan. 3. Dzul-arham (dzawil arham) Merupakan kerabat jauh, yang baru tampil sebagai ahli waris jika ahli waris dzulfaraidh/ashabul furuds dan ahli waris ‘ashabah. Yang tergolong dzul arham adalah: cucu laki-laki dan perempuan dari anak perempuan Anak laki-laki dan perempuan dari cucu perempuan Kakek dari pihak ibu dan nenek dari pihak kakek (ibu-kakek) Anak perempuan dari saudara laki-laki (sekandung, sebapak, atau seibu) Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu. Anak saudara perempuan sekandung, sebapak, dan sibu. Bibi (saudara perempuan bapak) dan saudara perempuan kakek. Paman seibu dengan bapak dan saudara laki-laki yang seibu dengan kakek. Saudara laki-laki dan perempuan dari ibu, serta Anak perempuan paman dan bibi pihak ibu (saudara perempuan dari ibu) Jadi, setiap ahli waris itu sudah ada bagiannya masing-masing. Bagian untuk anak adalah: anak perempuan bila hanya seorang, ia mendapat separuh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki dua berbanding satu dengan anak perempuan. Dalam konteks pertanyaan Anda, pembagian warisan diantara A, B, C dan D tidak dapat dibagi sama rata karena harus tunduk pada pembagian sesuai dengan besaran yang ditetapkan dalam KHI. Kecuali anak berjenis kelamin sama sehingga bagiannya sama. Contoh Perhitungan Karena Anda tidak secara spesifik menyebutkan jenis kelamin anak dari pewaris serta siapa saja ahli waris selain anak-anak pewaris. Untuk itu kami akan ilustrasikan perhitungan waris sebagai berikut: Contoh ini kami sarikan dari buku dengan judul yang sama karya Irma Devita Purnamasari (hal. 37-38). Ahli waris dari Amir adalah ayah dan ibu Amir, serta istri dan 3 orang anak Amir, yaitu Ahmad, Anita dan Annissa sehingga pembagiannya sebagai berikut: Ayah, ibu dan istri Amir merupakan ahli waris dzulfaraidh, yang bagiannya sudah ditentukan. Oleh karena Amir memiliki anak, bagian ayah dan ibu Amir adalah 1/6  serta istri Amir mendapatkan   1/8 bagian. Sisanya diberikan kepada anak-anak Amir, sebagai ahli waris dzulqurabat (ashabah), dengan sistem pembagian: anak laki-laki 2 kali lebih besar dari pada anak perempuan, dengan perbandingan = 2:1. Perhitungannya sebagai berikut: Bagian dari harta Amir dan istrinya dikeluarkan terlebih dahulu, yaitu sebanyak setengahnya. Sedangkan, setengah bagiannya lagi (dianggap = 1) dibagikan: Ayah dan ibu masing-masing mendapatkan 1/6  bagian, atau 4/24  bagian atau 16/96 bagian. Istri mendapatkan 1/8 bagian, atau 4/24  , atau 16/96  bagian. Sisanya, yaitu : 24/24  – ( 4/24  + 4/24  + 3/24  ) = 24/24  - 11/24  = 13/24  bagian dibagikan kepada Ahmad, Anita, dan Annissa dengan perbandingan= 2:1:1 Bagian Ahmad     = 2/4  x 13/24  = 26/96 Bagian Anita         = 1/4  x 13/24  = 13/96 Bagian Annisa     = 1/4  x 13/24  = 13/96 Bagian : Ayah + Ibu + Istri + Ahmad + Anita + Annissa =16/96+16/96+12/96+26/96+13/96+13/96= 96/96  = 1 Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar hukum: Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama; Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam. Referensi: Irma Devita Purnamasari. Kiat-Kiat Cerdas, Mudah dan Bijak Memahami Masalah hukum Waris. Bandung: Penerbit Kaifa, 2012 Mohammad Daud Ali. Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata hukum Islam di Indonesia, Edisi Keenam. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada, 1998 [1] Pasal 194 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) [2] Pasal 194 ayat (3) KHI [3] Pasal 195 ayat (2) KHI [4] Pasal 171 huruf c KHI [5] Pasal 172 KHI [6] Pasal 174 ayat (1) KHI [7] Pasal 174 ayat (2) KHI [8] Pasal 173 KHI [9] Pasal 176 -182 KHI


Sumber: hukumonline

2 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


  • shopee
  • Twitter Social Icon
  • Facebook Social Icon
  • Instagram
  • LINE

©2019 @Mitra4rta 

bottom of page